FOOD STORY

Rabu, 09 Mei 2012

Bubur Gabus, Paduan Rasa dan Khasiat
 
Suasana di Rumah Makan Jambi di Jalan M Roem Nomor 45, Kota Jambi.
Bubur yang telah matang dimasak bersama gabus sehingga rasa manisnya ikan ini bercampur pada bubur.
-- Lily Koesin
Bagi pencinta kuliner, bubur kepiting mungkin tak asing lagi. Nikmat disantap saat masih panas. Namun, pernahkah mencicipi bubur ikan gabus? Ternyata rasanya berani bersaing.
Paduan rasa gurih dan manis daging gabus yang lembut itu menyatu dalam bubur yang tersaji di Rumah Makan Jambi, Jalan M Roem, Kota Jambi.
Ketika si pemilik rumah makan, Lily Koesin (54), menyajikan menu baru ini delapan tahun lalu, banyak pelanggan yang menyukainya. Sebagian dari mereka semula mencicipi bubur itu untuk tujuan kesehatan, mengingat ikan gabus punya khasiat membersihkan darah dalam tubuh serta mempercepat pemulihan pascaoperasi.
Di balik khasiatnya, rasa bubur ikan gabus juga pas di lidah. Manis dan gurih. Dari aromanya bisa dipastikan bahwa ikan gabus yang dimasak masih segar diambil dari sungai, alias tidak bermalam dalam mesin pendingin.
”Bubur yang telah matang dimasak bersama gabus sehingga rasa manisnya ikan ini bercampur pada bubur,” kata Lily.
Lily hanya menambahkan bawang putih goreng serta irisan seledri untuk memperkaya rasa dan aroma. Dengan bumbu yang sederhana itu, lanjutnya, rasa ikan dalam bubur malah jadi lebih terasa.
Lama kelamaan, peminat bubur ikan gabus semakin beragam. Pencinta bubur dan penggemar ikan akan cepat menyukai menu ini. Hingga kini, mereka yang datang umumnya pelanggan lama. Menu tersebut juga menjadi salah satu favorit.
Ketika Kompas berkunjung, Jumat (27/4/2012) pagi, salah seorang pelanggan, Sabryanto, baru selesai menghabiskan menu kesukaannya. ”Saya selalu pesan bubur ikan gabus. Ini favorit saya,” ujar pria yang menjabat Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Jambi.
Begitu pula Romy, pelanggan lainnya, juga selalu memilih bubur ikan gabus untuk sarapan. ”Sesudah belanja di pasar, sarapan bubur ini paling cocok,” ujarnya.
Batanghari
 
Bubur ikan gabus merupakan salah satu menu favorit di Rumah Makan Jambi.
Sungai Batanghari yang membelah Kota Jambi menyediakan beragam jenis ikan air tawar, termasuk gabus. Potensi inilah yang diolah Lily untuk mengembangkan usaha rumah makan.
Lily memilih tidak menyediakan menu bubur kepiting atau udang seperti yang umumnya tersaji pada restoran hidangan laut, karena pertimbangan kadar kolesterolnya yang tinggi. Sedangkan bubur ikan gabus, selain berasa gurih, diyakini memberi manfaat yang baik untuk kesehatan tubuh.
Lily juga mengolah ikan gabus menjadi masakan pindang. Jenis masakan khas melayu ini punya kekuatan rasa asam, pedas, dan sedikit manis. Pindang gabus juga menarik perhatian pelanggannya.
Untuk menu ini, Lily meraciknya dengan bumbu lebih beragam, seperti bawang merah, bawang putih, cabai merah, kunyit, lengkuas, daun salam, irisan tomat, dan tak ketinggalan asam jawa.
Selain itu, Lily juga mengolah ikan gabus menjadi sup. Dengan banyaknya jenis menu gabus, Lily membutuhkan 10 hingga 15 kilogram ikan gabus dalam satu hari untuk diolah menjadi tiga jenis masakan ini.
Walaupun gabus punya variasi masakan paling banyak, masakan pindang patin dan pindang udang, serta sup ayam, dan sup daging sapi tetap disediakan sebagai pelengkap. Khusus bagi penggemar masakan khas China, tersedia nasi tim hainan dan nasi tim bebek.
Generasi ketiga
Rumah Makan Jambi berdiri 11 tahun silam. Lokasinya berada persis dalam lingkungan Pasar Jambi, yang merupakan kompleks pertokoan tertua di Kota Jambi. Sebagian besar bangunan di sana masih merupakan bangunan zaman penjajahan Jepang, termasuk rumah makan ini.
Menurut Suhendra Limas (58), suami Lily, sebelum menjadi rumah makan, bangunan ini semula adalah toko kelontong yang dikelola sang kakek, Lim Tjiau Seng, serta anaknya, Lim Seng Hui. ”Kami adalah generasi ketiga yang menempati rumah ini,” ujar Suhendra.
Di masa itu, usaha kelontong tidak cukup menguntungkan. Lily yang gemar memasak kemudian berpikir untuk membuka usaha rumah makan. Usaha tersebut ternyata terus berkembang. Selain membuka usaha di lantai 1 bangunan, keluarga ini menempati lantai 2 sebagai tempat tinggal.
Selain masakan yang pas, suasana di sana terasa lebih akrab. Mungkin saja karena sebagian besar yang datang memang sudah kerap singgah dan saling mengenal. Namun, bagi yang baru pertama kali, rasanya bakal betah berlama-lama duduk, menikmati sajian, sambil ngobrol, bahkan di saat pengunjung telah semakin penuh sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar